PERSAMAAN
1.
Sama-sama
masih terdapat ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Setelah
Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan
namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan
ketidakadilan. Dalam 26 tahun masa orde baru (1971-1997) rasio pendapatan
penduduk daerah terkaya dan penduduk daerah termiskin meningkat. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi
yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap
masyarakat.
2.
Adanya
KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
a.
Orde
Lama: Walaupun kecil, korupsi sudah ada.
b.
Orde
Baru: Hampir semua jajaran pemerintah koruptor (KKN).
c.
Reformasi:
Walaupun sudah dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media
elektronik,dll tetap saja membantah melakukan korupsi.
Hal
ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat yang sulit untuk disembuhkan
akibat praktik-pratik pemerintahan yang manipulatif dan tidak terkontrol.
3.
Kebijakan
Pemerintah
Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti “manusia setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti “manusia setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Kebijakan
anggaran negara yang diterapkan pemerintah selama ini sepertinya berorientasi
pada ekonomi masyarakat. Padahal kenyataannya kebijakan yang ada biasanya hanya
untuk segelintir orang dan bahkan lebih banyak menyengsarakan rakyat. Belum
lagi kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran, yang hanya menambah beban
APBN. Bila diteliti lebih mendalam kebijakan-kebijakan sejak Orde Baru hingga
sekarang hanya bersifat jangka pendek. Dalam arti kebijakan yang ditempuh bukan
untuk perencanaan ke masa yang akan datang, namun biasanya cenderung untuk
mengatur hal-hal yang sedang dibutuhkan saat ini.
PERBEDAAN
1.
Orde
Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada
masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik
yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon
kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas
politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
Pinjaman-pinjaman
luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya
pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan
beban pengeluaran di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pada dasarnya APBN
pada masa itu selalu mengalami defisit anggaran.
Penerapan
kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit negara
ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah
pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri.
Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya,
pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga tidak dapat menutup defisit
anggaran.
Namun
prinsip berimbang ini merupakan kunci sukses pemerintah pada masa itu untuk
mempertahankan stabilitas, khususnya di bidang ekonomi. Karena pemerintah dapat
menghindari terjadinya inflasi, yang sumber pokoknya karena terjadi anggaran
yang defisit. Sehingga pembangunanpun terus dapat berjalan.
Prinsip
lain yang diterapkan pemerintah Orde Baru adalah prinsip fungsional. Prinsip
ini merupakan pengaturan atas fungsi anggaran pembangunan dimana pinjaman luar
negeri hanya digunakan untuk membiayai anggaran belanja pembangunan. Karena
menurut pemerintah, pembangunan memerlukan dana investasi yang besar dan tidak
dapat seluruhnya dibiayai oleh sumber dana dalam negeri.
Prinsip
ketiga yang diterapakan oleh pemerintahan Orde Baru dalam APBN adalah, dinamis
yang berarti peningkatan tabungan pemerintah untuk membiayai pembangunan. Dalam
hal ini pemerintah akan berupaya untuk mendapatkan kelebihan pendapatan yang
telah dikurangi dengan pengeluaran rutin, agar dapat dijadikan tabungan
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah dapat memanfaatkan tabungan tersebut
untuk berinvestasi dalam pembangunan.
Masalah pemanfaatan
kekayaan alam.
Pada
masa Orde Baru
konsepnya
bertolak belakang dengan orde lama.Apa yang bisa digadaikan; digadaikan. Kalo
bisa ngutang ya ngutang. Yang penting bisa selalu makan enak dan hidup wah.
Rakyat pun merasa hidup berkecukupan pada masa Orba. Beras murah, padahal
sebagian adalah beras impor. Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi
yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor komoditi bahan pokok,
termasuk beras, terigu, kedelai dsb. Semua serba tertutup dan tidak tranparan.
Jika ada orang mempertanyakan, diancam tuduhan subversif. Hutan dijadikan
sumber duit, dibagi menjadi kapling-kapling HPH; dibagi-bagi ke orang-orang
tertentu (kroni) secara tidak transparan. Ingat fakta sejarah: Orde Baru
tumbang akibat demo mahasiswa yang memprotes pemerintah Orba yang bergelimang
KKN. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI ambruk parah ditandai Rupiah terjun
bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih pada masa Orde Baru.
Masa
Reformasi
krisis
ekonomi parah sudah terjadi. Utang LN tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang
sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY pemberantasan
korupsi mulai kelihatan wujudnya.. Rakyat menikmati kebebasan (namun sepertinya
terlalu “bebas”). Media masa menjadi terbuka.
Yang
memimpikan kembalinya rezim totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang
dulu amat menikmati previlege dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman
Orba.Sekarang kita mewarisi hutan yang sudah rusak parah; industri kayu yang
sudah terbentuk dimana-mana akibat dari berbagai HPH , menjadi muara dari
illegal logging.
Sistem pemerintahan
Orde
baru
kebijakan
masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing,
fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll.
Orde
reformasi
pemerintahan
tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan
muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal (neoliberaliseme),
tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa ini.
Referensi
: